Bisnis ‘Mencuri’ di negeri ini memang paling sedap. Dengan mendompleng aturan yang ada, lalu melontarkan iming-iming, duit masyarakat pun disikat dengan mudah dan ‘legal’. Jika ada yang berteriak lantaran merasa kecurian, maka tinggal menggugat balik dengan tudingan mencemarkan nama baik.
Itulah yang dilakoni para content provider belakangan ini. Dengan sekali menebar jaring, maka pulsa dari jutaan pelanggan telepon seluler di genggaman tangan. Bayangkan jika sejuta pelanggan yang disedot pulsanya senilai Rp Rp 2.000 per hari, berarti sudah Rp 2 milyar duit dikantungi saban hari.
Anehnya, seringkali iming-iming dari content provider itu tidak direspon oleh pemilik telepon seluler, toh pulsa tetap disedot. Padahal aturannya, jika tidak si pemilik ponsel tidak melakukan registrasi, maka pulsa tidak akan tersedot. Jika pulsa langsung hilang, itu berarti telah terjadi pencurian.
Namun, banyak masyarakat tak menyadari bahwa pulsa di telepon selulernya tersedot lantaran ulah nakal content provider itu. Sementara operator tak ambil pusing dengan mitra kerja yang mendompleng jaringan seluler miliknya.
Adalah Feri Kuntoro yang memberanikan diri mengugat content provider nakal. Ia melaporkan pencurian pulsa di telepon seluler miliknya ke Polda Metro Jaya. Menurut Feri, pulsa di ponsel miliknya tersedot hingga Rp 450.000 dari layanan SMS premium selama Maret-Oktober 2011. Padahal ia tidak merasa melakukan registrasi.
"Saya ini hanya masyarakat biasa, saya bukan pebisnis, jadi saya tidak punya kepentingan apa pun di sini. Saya melapor karena merasa dirugikan," kata Feri. Ia merasa kesal karena tagihan telepon seluler pascabayarnya terus membengkak setiap bulan karena setiap hari menerima pesan dari nomor 9133. Feri kemudian melihat berita bahwa polisi mengimbau bagi masyarakat yang dirugikan untuk melapor ke Polda Metro Jaya.
Hingga kini Polda Metro Jaya baru menerima laporan dari Feri sebagai satu-satunya pelapor resmi terkait dugaan pencurian pulsa yang dilakukan penyedia layanan konten SMS premium. Feri mengatakan, laporan itu tidak ditujukan untuk menjatuhkan bisnis penyedia konten ponsel. Ia pun tidak menuntut duitnya yang hilang bakal dikembalikan.
Feri hanya ingin mengajak masyarakat sadar dan sama-sama mengadu ke polisi jika mengalami nasib serupa. “Ini akan menguatkan bukti dan penyelidikan atas kasus tersebut,” ujarnya. Ia berharap dengan adanya laporan ini pengusaha penyedia konten bisa lebih menghargai hak-hak konsumen dan tidak lagi menjerat konsumen dengan kata-kata rayuan yang ujung-ujungnya merugikan konsumen.
Tetapi nasib sial diterima Feri. Ia malah digugat balik oleh Colibri Networks sebagai pengelola selaku konten SMS Premium dari 9133. Feri dilaporkan ke Polisi karena telah melakukan pencemaran nama baik. Meski demikian, Feri akan terus maju melanjutkan laporan dugaan pencurian pulsa. "Agar laporan ini kuat, saya ajak masyarakat yang dirugikan untuk mengadu ke polisi. Jangan takut salah atau digugat balik. Kalau banyak yang laporan ke polisi, misalnya 10-20, itu sudah cukup mendorong untuk terus diusut," ujarnya.
Meski tak banyak korban yang melapor ke polisi, toh maraknya kejahatan pencurian pulsa tercermin dari surat pembaca di berbagai media. Para pembaca yang notabene adalah pelanggan operator, mengeluhkan seringnya ada SMS yang menawarkan sesuatu yang tidak jelas dengan iming-iming gratis, tetapi ternyata berujung konten dengan harga premium dan secara periodik memotong pulsa pelanggan. Keadaan makin parah karena ketika pelanggan mau menghentikan layanan (UNREG) susah karena tidak ada penjelasan yang cukup.
'Saking jengkelnya pelanggan terhadap pencurian pulsa berkedok penjualan konten, mereka membuat halaman khusus di Facebook (FB) yang sudah diikuti belasan ribu masyarakat yang muak dengan masalah tersebut. Mereka menamakan grupnya "Stop Pencurian Pulsa dengan Modus Menjual Content". Dalam halaman grup itu, facebookers yang tergabung di dalamnya mengutuk aksi yang merugikan. Tidak hanya ke penyedia konten, tetapi operator juga menjadi sasaran kekesalan mereka akibat pulsa terpotong secara paksa oleh para content provider nakal.
Alih-alih menyetop aksi pencurian pulsa, para content provider yang tergabung dalam Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA) malah menyalahkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Ketua IMOCA Haryawirasma menuding, pengawasan yang diemban BRTI tidak dilaksanakan dengan baik sehingga ulah yang merugikan masyarakat itu seperti dibiarkan saja. "Kami khawatir BRTI terkontaminasi sehingga pekerjaan utamanya mengawasi berbagai pelanggaran tidak efektif," katanya.
Berbagai pertemuan antara regulator dan para operator telepon seluler pun tidak menghasilkan apa-apa. Hasil dialog antara Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan beberapa operator seluler, ternyata belum memuaskan konsumen pada Selasa (11/10/2011) pun tidak memuaskan konsumen. Sebab, tidak ada sanksi atas pencurian pulsa konsumen. "Saya merasa tidak puas dengan pertemuan ini karena tidak ada solusi dan tidak ada penindakan tegas atas pencurian pulsa ini," ujar David Tobing, salah satu perwakilan konsumen yang diundang hadir dalam pertemuan tersebut.
Soal dugaan penipuan pulsa, menurut David, juga tidak dibahas dalam pertemuan itu. Dia merasa pertemuan hanya menjebak masyarakat setuju dengan langkah berikut seperti pembuatan tim. Namun, tidak ada solusi atas pertemuan ini. David juga menyesalkan tidak adanya moratorium antara operator dengan penyedia konten. “Padahal, persoalannya ada di situ,” ungkap David.
Sementara gonjang ganjing terus berlanjut, content provider masih terus menebar iming-iming. Korban pun terus bertambah. Ada permainan apa dibalik bisnis content provider? Begitu sulitkah menyetop bisnis yang terang-terangan mencuri duit masyarakat?
[http://www.gatra.com/terpopuler/46-ekonomi/3346-stop-pencurian-pulsa]
0 komentar:
Posting Komentar